Friday, April 27, 2007

Kisah Sang Penari

Ada seorang gadis muda yang sangat suka menari. Ia sering menjadi juara di berbagai perlombaan. Ia berpikir bahwa suatu saat nanti ia akan menjadi penari kelas dunia dan ia pun membayangkan dirinya menari di Rusia, Cina, Amerika, dan Jepang, dengan ditonton oleh ribuan orang yang bertepuk tangan untuknya.

Suatu hari, kotanya dikunjungi oleh seorang pakar tari. Gadis muda ini ingin sekali menunjukkan kebolehannya, bahkan jika mungkin memperoleh kesempatan menjadi muridnya. Akhirnya kesempatan itu datang juga. Si gadis muda berhasil menjumpai sang pakar di belakang panggung. Ia bertanya, "Pak, saya ingin sekali menjadi penari kelas dunia. Apakah Anda punya waktu untuk menilai saya menari?" "Oke, menarilah di depan saya selama 10 menit," jawab sang pakar. Belum lagi 10 menit, sang pakar berdiri dan meninggalkan si gadis muda begitu saja, tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Betapa hancur si gadis muda melihat sikap sang pakar. Di rumah, ia langsung menangis tersedu-sedu. Ia menjadi benci terhadap dirinya sendiri. Ternyata tarian yang selama ini dibanggakannya tidak ada apa-apanya di hadapan sang pakar. Ia pun mengambil sepatu tarinya, melemparkannya ke dalam gudang, dan bersumpah tidak akan pernah lagi menari.

Puluhan tahun berlalu. Sang gadis muda telah menjadi ibu dengan tiga orang anak. Suaminya telah meninggal. Untuk menghidupi keluarganya, ia bekerja menjadi pelayan toko. Suatu hari, sebuah pagelaran tari diadakan di kota itu. Nampak sang pakar yang sudah nampak tua, dengan rambutnya putihnya, berada di antara para penari muda.

Si ibu muda dengan tiga anaknya datang ke pagelaran itu. Seusai acara, ibu ini mencari sang pakar. Sang pakar masih mengenali ibu muda ini. Mereka bercerita secara akrab dan akhrinya si ibu bertanya, "Pak, ada satu pertanyaan yang mengganjal di hati saya tentang penampilan saya di hadapan Anda bertahun-tahun silam. Sebegitu jelekkah tarian saya, sehingga Anda pergi begitu saja?" Sang pakar menjawab, "Oh ya, saya ingat peristiwanya. Terus terang, saya belum pernah melihat tarian seindah itu. Saya rasa kamu akan menjadi penari kelas dunia. Saya tidak mengerti mengapa kamu tiba-tiba berhenti dari dunia tari."

Si ibu muda sangat terkejut mendengar jawaban sang pakar. "Ini tidak adil," seru si ibu muda. "Sikap Anda telah mencuri semua impian saya. Kalau memang tarian saya bagus, mengapa Anda meninggalkan saya begitu saja ketika saya baru menari beberapa menit. Anda seharusnya memuji saya dan bukan mengacuhkan saya begitu saja. Mestinya saya bisa menjadi penari kelas dunia, bukan hanya menjadi pelayan toko!"

Si pakar menjawab dengan tenang, "Saya rasa saya telah berbuat benar. Anda tidak harus minum anggur satu barel untuk membuktikannya enak. Saya pun tidak harus menonton 10 menit untuk membuktikan tarian Anda bagus. Malam itu saya sangat lelah. Maka sejenak saya mengambil kartu nama saya dan berharap Anda menghubungi saya lagi esoknya. Tapi Anda sudah pergi ketika saya kembali. Satu hal yang perlu Anda camkan, seharusnya Anda berfokus pada impian Anda, bukan pada ucapan atau tindakan saya.

"Kamu mengharapkan pujian? Waktu itu kamu sedang bertumbuh. Pujian seperti pedang bermata dua, bisa memotivasi, tetapi juga bisa melemahkan. Saya melihat, sebagian besar pujian yang diberikan saat seseorang bertumbuh hanya membuatnya cepat puas dan pertumbuhannya pun terhenti. Saya justru lebih suka mengacuhkanmu agar melecutmu untuk bertumbuh lebih cepat. Lagi pula, pujian sepantasnya datang dari keinginan saya sendiri. Meminta pujian dari orang lain adalah hal yang tidak pantas ."

"Anda lihat, ini sebenarnya hanyalah masalah sepele. Seandainya waktu itu Anda tidak menghiraukan apa yang terjadi dan tetap menari, mungkin hari ini Anda menjadi penari kelas dunia. Anda mungkin sakit hati tetapi sakit hati Anda akan hilang begitu Anda berlatih kembali. Tetapi sakit hati karena penyesalan pada hari ini tidak akan bisa hilang sampai selamanya."

No comments: